panjikendari.com – Anggota Komisi II DPR RI Wa Ode Nur Zainab menyatakan bahwa ada pelanggaran serius terhadap undang-undang dalam penerbitan Izin Usaha Pertambangan (IUP) di Pulau Wawonii, Kabupaten Konawe Kepulauan.
Politikus PAN ini menyebutkan, ada dua UU yang dilanggar dalam penerbitan IUP di Konkep, yakni, UU No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara serta UU No. 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.
Dalam UU No. 4 Tahun 2009, kata Nur Zainab, jelas mengatur bahwa wilayah IUP tidak meliputi hak atas tanah permukaan bumi. Sejalan dengan, maka pada Pasal 135 UU 4/2009 melanjutkan pengaturannya bahwa pemegang IUP hanya dapat melaksanakan kegiatannya setelah mendapat persetujuan dari pemegang hak atas tanah.
“Sementara, saya mendapat laporan dari beberapa warga Wawonii bahwa mereka keberaan jika tanah mereka dipergunakan sebagai area pertambangan. Mengapa tiba-tiba ada IUP sementara masyarakat tidak pernah memberikan persetujuan atas tanah-tanah merek yang secara turun-temurun sudah mereka kuasai dan miliki,” tandas Nur Zainab, kepada jurnalis panjikendari.com, Selasa malam, 12 Maret 2019.
Menurut mantan pengacara ini, penerbitan IUP di Konkep adalah pelanggaran serius terhadap undang-undang yang harus segera diusut oleh aparat penegak hukum.
Selain melanggar UU No. 4 Tahun 2009, penerbitan IUP di Konkep, lanjut Wa Ode, juga melanggar UU No. 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, yang mengatur pelarangan adanya aktivitas pertambangan di pulau-pulau kecil.
“Wawonii termasuk pulau kecil karena luasnya tidak cukup 1.000 kilometer persegi,” sebutnya.
Olehnya itu, kata dia, pihak-pihak yang terlibat dalam proses penerbitan IUP di Konkep harus bertanggung jawab secara hukum. Jika lahirnya IUP tersebut karena adanya kongkalikong antara pejabat denga pengusaha, maka pasti ada kolusi dan korupsi di dalamnya.
“Makanya, wajib hukumnya untuk mengusut tuntas penerbitan IUP tersebut. Saya yakin Polda Sultra mampu tuntaskan masalah ini ,” ujarnya.
Jadi, menurutnya, yang diproses hukum adalah soal penerbitan IUP. Mengapa IUP bisa terbit di Wawonii sementara UU-nya jelas bahwa daerah pulau-pulau kecil dan pesisir tidak boleh ada aktivitas pertambangan.
“Selain itu, masyarakat jelas menolak pertambangan sehingga seharusnya yang perlu diusut adalah penerbitan IUP,” tandasnya.
Pada kesempatan itu, Wa Ode Nur Zainab memberi apresiasi kepada Gubernur Sultra yang telah mengambil langkah membekukan IUP-IUP tersebut.
Bagi Wa Ode, Pemprov saat ini sudah mengambil langkah-langkah yang diperlukaan. Hanya saja, kata dia, akan lebih baik jika IUP-IUP tersebut tidak disuspend tapi dicabut permanen. “Karena secara hukum IUP-IUP tersebut null and void (batal demi hukum),” tukasnya.
Seharusnya, kata dia, di atas tanah-tanah milik masyarakat Wawonii tidak boleh ada aktivitas pertambangan sebagaimana diatur dalam UU. (jie)