panjikendari.com – Tim seleksi (Timsel) telah mengumumkan hasil seleksi berkas calon anggota Bawaslu 17 kabupaten/kota se Sulawesi Tenggara (Sultra).
Namun, proses seleksi yang telah dilakukan masih menyisakan sejumlah kejanggalan, khususnya di Kabupaten Muna Barat (Mubar).
Dugaan kejanggalan datang dari salah seorang pendaftar yang dinyatakan tidak lulus seleksi berkas.
Adalah La Ode Muhammad Junaim, salah seorang pendaftar seleksi calon anggota Bawaslu Kabupaten Muna Barat, mengungkap adanya aroma kurang sedap pada tahapan seleksi berkas calon anggota Bawaslu Mubar.
Kepada panjikendari.com, Kamis, 12 Juli 2018, Junaim mengungkapkan, dalam tahapan seleksi administrasi, Timsel calon anggota Bawaslu terkesan tidak fair.
Masalahnya, LM Junaim mengaku dinyatakan lengkap administrasi, dibuktikan dengan adanya daftar isian berkas yang diberi tanda cheklist pada semua kolom persyaratan.
Disamping itu, ia juga memiliki pengalaman pernah menjadi penyelenggara pemilu di tingkat kecamatan serta melampirkan bukti tulisan opini di media lokal sebagai syarat tambahan untuk mendongkrak poin penilaian.
Namun, Junaim yang memiliki ijazah sarjana dinyatakan tidak lulus berkas. “Anehnya, Timsel justru meluluskan pendaftar yang berijazah SMA dan tidak memiliki pengalaman kepemiluan serta tidak melampirkan karya tulis atau opini,” terang Junaim.
Junaim menyampaikan, jika berkas yang dia setor diberi nilai berdasarkan acuan pedoman penilaian yang ada, maka dirinya mendapat poin 6, berdasarkan beberapa unsur penilaian, yaitu, 3 poin untuk ijazah S1, penyelenggara pemilu tingkat kecamatan 2 poin, dan 1 poin untuk penulisan opini lokal.
“Sementara, pendaftar yang saya sebutkan tadi, berijazah SMA, tanpa pengalaman kepemiluan, dan tidak ada tulisan opini, itu bisa lolos berkas. Padahal kan kalau kita scoring, dia cuma dapat poin 1,” sebut Junaim sambil menyampaikan bahwa dirinya memiliki bukti-bukti tentang itu.
Bukan hanya itu. Junaim menambahkan, Timsel juga meloloskan pendaftaran yang integritasnya patut dipertanyakan karena yang bersangkutan pernah disorot publik dalam kasus dugaan pemalsuan keterangan domisili.
Menurutnya, ada indikasi timsel lalai, tidak cermat memeriksa dan memutuskan kelulusan berkas. “Jika pemberkasan saya ada yang kurang, mestinya ada konfirmasi dari pihak Timsel.”
“Namun sampai keluarnya pengumuman, tidak ada konfirmasi. Atas dasar itu, saya anggap berkas saya lengkap,” paparnya.
Seharusnya, kata dia, timsel memperhatikan kompetensi pelamar sebagai dasar penilaian, bukan justru meloloskan yang integritas dan pengalaman kepemiluan tidak ada.
Olehnya itu, Junaim merasa aneh dan heran dengan keputusan Timsel tersebut. Padahal, saat mendaftar di KPU, ia bisa melewati tahapan pemberkasan, tes tulis CAT, dan psikologi, hingga tembus sampai 12 besar.
Junaim mendesak timsel untuk meninjau kembali hasil penelitian administrasi dan alasan ketidaklolosannya dalam tahap seleksi berkas.
“Saya hargai proses yang telah dilakukan Timsel, tapi prosedur dan mekanisme tidak boleh terabaikan karena ini menyangkut integritas Timsel dalam melahirkan penyelenggara pemilu yang akuntabel, berkualitas dan profesional.”
“Saya ragu jangan sampai timsel menggadaikan profesionalismenya yang pada akhirnya melahirkan penyelenggara yang tidak profesional,” tandas Junaim.
Junaim masih enggan menyebutkan nama pendaftar yang diloloskan tersebut karena pertimbangan privasi yang bersangkutan. Hanya saja, ia mengaku siap menunjukkan bukti-bukti bila diperlukan.
Selain meragukan profesionalitas Timsel, Junaim juga meminta kepada pihak-pihak yang terlibat langsung mengawasi proses seleksi untuk serius melakukan pengawasan agar seleksi calon anggota Bawaslu kali ini benar-benar fair dan tidak sarat kongkalingkong.
Ketua Timsel calon anggota Bawaslu kabupaten/kota zona Sultra I, Irfan Ido, yang hendak dikonfirmasi mengenai hal ini melalui WhatsAppnya, belum memberikan jawaban. (jie)