panjikendari.com – Forum Aktivis Pergerakan Mahasiswa (FAPM) Sulawesi Tenggara (Sultra) kembali menyuarakan dugaan pungutan liar (Pungli) dana desa di Kabupaten Muna, Sulawesi Tenggara (Sultra).
Mereka bahkan menantang Polda Sultra untuk mengusut tuntas dugaan Pungli dana desa tersebut yang melibatkan oknum-oknum di pemerintahan LM Rusman Emba tersebut.
“Polri bersama Kemendagri dan Kemendes PDTT telah menandatangani nota kesepahaman atau MoU tentang pengawasan penggunaan dana desa. Olehnya itu, kita ingin melihat bagaimana keseriusan Polda Sultra dalam mengawasi penggunaan dana desa di Sultra, khususnya di Kabupaten Muna,” kata Ketua FAPM Sultra, La Ode Abdul Naga, Minggu, 12 Januari 2020.
Menurut Naga, pihaknya telah melaporkan tentang dugaan pungli dana desa di Kabupaten Muna ke Polda Sultra saat unjuk rasa belum lama ini.
Dugaan pungli tersebut, kata Naga, dilakukan oleh oknum pemerintah Kabupaten Muna dengan modus meminta uang kepada sejumlah Penjabat (Pj) kepala desa (Kades) di daerah tersebut.
“Berdasarkan hasil telusuran kami di lapangan, dan berdasarkan laporan masyarakat yang kami terima, sejumlah Pj Kades dimintai uang, berkisar antara Rp 5 juta hingga Rp 20 juta,” ungkapnya.
Olehnya itu, Naga berharap Polda Sultra dapat menginstruksikan kepada jajarannya untuk membongkar dan menangkap para ‘maling’ dana desa tersebut.
Naga mengakui, pungli dana desa di Kabupaten Muna memang agak susah untuk dibuktikan karena dilakukan secara terstruktur, sistematis, dan masif.
“Para penjabat kades agak risau dengan praktik pungli ini. Mereka serba dilematis. Ibaratnya; tidak menyetor mati bapak, menyetor mati mama,” ujarnya.
Kata Naga, Pungli dana desa tidak sulit dilakukan karena meskipun anggarannya ditransfer langsung ke rekening desa namun pencairannya berdasarkan rekomendasi pihak-pihak di atas.
“Jadi, gampang saja bagi oknum-oknum di atas untuk menekan ke bawah mendapatkan apa yang diinginkan,” ucapnya.
Olehnya itu, Naga lagi-lagi mendesak Polda Sultra untuk serius turun tangan menindaklanjuti laporan tersebut sebagai bentuk pengejawantahan MoU yang telah dibuat.
“Kami memang tidak cukup bukti terkait kasus ini sebagaimana yang disampaikan pihak Polda Sultra. Namun semestinya Polda Sultra menjadikan sebagai informasi awal untuk melakukan penyelidikan,” jelas Naga.
Sementara itu, salah seorang mahasiswa yang juga turut dalam aksi unjuk rasa FAPM Sultra belum lama ini, La Rice, secara terpisah menambahkan bahwa pungli dana desa di Muna sudah menjadi rahasia umum.
Dikhawatirkan, kata Rice, pungli tersebut dapat memicu terjadinya kejahatan lain untuk dapat memenuhi permintaan uang dari atas. “Misalnya bisa saja terjadi penyimpangan atau mark up anggaran program untuk menggantikan uang yang mereka setor,” kata La Rice.
Karena itu, La Rice mengatakan, Polda Sultra mesti memberikan perhatian serius terhadap masalah ini, apalagi Muna merupakan salah satu dari tujuh daerah di Sultra yang akan menyelenggarakan Pilkada.
Pungli dana desa kata dia sangat memungkinkan untuk dilakukan untuk menyokong biaya politik petahana. “Karena kami menduga, pungli dana desa ini atas perintah dari pimpinan yang lebih tinggi,” duganya.
“Polda Sultra tidak bisa tinggal diam atas hal ini. Minimal menyampaikan kepada kami atau kepada publik tentang bagaimana tindak lanjut dari laporan yang kami sampaikan. Bilang saja kalau memang Polda Sultra tidak mampu supaya kami cari alternatif lain,” tutupnya. (jie)