Oleh: La Ode Muhammad Ramadan
(Pegawai Dinas Perikanan Kabupaten Muna, Sulawesi Tenggara)
Masyarakat pesisir dan pulau-pulau kecil di Kabupaten Muna, Sulawesi Tenggara, yang lazim dan lebih dikenal dengan nama masyarakat nelayan, merupakan nelayan tradisional dengan akses teknologi serta informasi yang relatif terbatas, sehingga bentuk adaptasi yang lebih antisipatif terhadap dampak perubahan iklim belum ada dan belum diketahui oleh masyarakat. Dampak perubahan iklim yang diterima oleh masyarakat nelayan cenderung memancing pola-pola adaptasi yang sifatnya reaktif.
Adaptasi terhadap Perubahan Iklim
Sulitnya memperoleh hasil tangkapan di suatu wilayah penangkapan ikan, baik disebabkan oleh kerusakan ekosistem maupun perubahan pola migrasi ikan menyebabkan para nelayan Kabupaten Muna melakukan strategi adaptasi yang dikalangan nelayan biasa disebut dengan strategi mengejar musim. Strategi ini merupakan bentuk adaptasi yang dilakukan oleh nelayan Kabupaten Muna apabila di wilayah perairan sekitar mengalami masa paceklik. Informasi keberadaan ikan di wilayah lain dari satu nelayan ke nelayan lainnya inilah yang memicu para nelayan melakukan kegiatan penangkapan ikan di wilayah dimana musim ikan tersebut terjadi.
Pola adaptasi seperti ini sebenarnya akan lebih optimal jika disertai adaptasi yang lebih sistematis berupa penerapan teknologi dalam memprediksi lokasi ikan. Teknik mengejar musim yang dilakukan oleh nelayan Kabupaten Muna merupakan sebuah terobosan yang mampu meningkatkan produktivitas perikanan tangkap. Namun teknik ini dapat pula beresiko kerugian yang besar jika informasi yang diterima nelayan tidak tepat. Biaya produksi tentunya akan meningkat karena membutuhkan waktu perjalanan, bahan bakar ataupun biaya pengangkutan yang tidak sedikit. Untuk itu dibutuhkan sumber informasi yang akurat dan mudah diakses oleh masyarakat nelayan sehingga perjuangan dalam mengejar musim ikan hingga ke lokasi lain tidak sia-sia.
Adaptasi Sumberdaya Pesisir
Adaptasi sumberdaya pesisir adalah bentuk strategi ekonomi melalui pemanfaatan sumberdaya pesisir untuk menghasilkan berbagai komoditas bernilai ekonomi tanpa mengharuskan nelayan pergi ke laut lepas.
Salah satu sumberdaya yang cukup potensial adalah mangrove. Pengembangan wilayah mangrove dimaksudkan untuk mempertahankan perekonomian nelayan yang mengalami goncangan akibat dampak perubahan iklim di wilayah pesisir.
Kabupaten Muna memiliki lahan mangrove yang cukup luas. Walaupun bukan dalam kondisi yang sangat baik, perairan di wilayah mangrove ini masih memberikan hasil perikanan yang bermanfaat bagi para nelayan, terutama ketika masa-masa sulit memperoleh tangkapan di laut.
Salah satu komoditas wilayah mangrove dengan nilai ekonomi yang cukup tinggi adalah kepiting bakau. Banyak dari masyarakat Kabupaten Muna yang terbiasa mencari kepiting bakau menggunakan perahu (sampan) dengan dayung.
Peralatan yang digunakan untuk mencari kepiting adalah jaring kepiting dan umpan tertentu. Pencarian kepiting di wilayah mangrove cenderung lebih aman, tidak terlalu tergantung pada cuaca dan tidak membutuhkan biaya produksi yang besar.
Kegiatan pencarian kepiting bakau ini juga menjadi salah satu alternatif pola adaptasi yang dilakukan oleh nelayan Kabupaten Muna di kala kondisi cuaca tidak memungkinkan untuk ke laut.
Di musim-musim paceklikpun banyak nelayan yang mencari kepiting bakau sebagai komoditas substitusi untuk menutupi kebutuhan hidup sehari-hari.
Selain kepiting bakau, komoditas lain yang dapat diperoleh dari wilayah mangrove adalah ikan belanak.
Adaptasi Alokasi SDM dalam Rumah Tangga
Pola adaptasi alokasi sumberdaya manusia (SDM) dalam rumah tangga merupakan strategi ekonomi yang sangat penting dalam menyelamatkan perekonomian nelayan yang terkena dampak perubahan iklim. Strategi ini meliputi optimalisasi tenaga kerja rumah tangga nelayan serta pengembangan pola nafkah ganda.
Pengembangan strategi nafkah ganda ini bertujuan agar nelayan tidak bergantung pada hasil penangkapan saja. Hal ini perlu dilakukan terutama pada nelayan lapisan bawah dimana keterbatasan sarana yang dimiliki menyebabkan nelayan tidak selalu dapat melaut sepanjang tahun.
Perubahan iklim memberikan dampak yang besar pada kegiatan melaut nelayan serta produktivitas tangkapan. Berkurangnya stok ikan dan sulitnya menentukan wilayah penangkapan ikan menyebabkan kerugian ekonomi bagi nelayan ketika memaksakan untuk melaut namun hasil yang diperoleh tidak sebanding dengan biaya produksi yang dikeluarkan.
Risiko melaut yang tinggi akibat ancaman meningkatnya badai dan gelombang ekstrim menyebabkan berkurangnya frekuensi nelayan mencari tangkapan yang kemudian juga berimbas pada kondisi ekonomi nelayan. Dengan demikian dibutuhkan strategi ekonomi yang memungkinkan keluarga nelayan memperoleh tambahan pendapatan baik melalui opmitalisasi tenaga kerja rumah tangga serta strategi nafkah ganda sehingga perekonomian rumah tangga nelayan tidak hanya bergantung dari hasil penangkapan saja.
Optimalisasi Tenaga Kerja Rumah Tangga
Nelayan umumnya seorang laki-laki sekaligus seorang kepala keluarga yang menjadi tulang punggung perekonomian keluarga nelayan. Nelayan-nelayan Kabupaten Muna bekerja keras mencari ikan di lautan, sementara hasil laut semakin sulit diperoleh. Pada masa-masa seperti inilah dibutuhkan peran dari anggota keluarga lainnya untuk menyokong perekonomian rumah tangga nelayan, sehingga tidak hanya bergantung kepala keluarga saja.
Anak-anak nelayan selama ini berperan dalam mendukung kegiatan melaut nelayan, yaitu sebagai pembuat jaring. Pembuatan jaring ini dilakukan disela-sela kegiatan melaut nelayan tersebut. Ketika sang ayah beristirahat untuk kembali melaut keesokan harinya, saat itulah anak-anak nelayan sibuk membuat jaring. Ketika musim ikan sedang tidak menentu dan frekuensi melaut nelayan semakin berkurang, anak-anak nelayan seringkali mencari tangkapan di wilayah mangrove, baik bersama nelayan (ayahnya) ataupun bersama anak-anak nelayan lainnya.
Jasa Pengangkutan
Musim paceklik adalah musim-musim dimana nelayan Kabupaten Muna harus bertindak aktif mencari alternatif pendapatan lain untuk menunjang perekonomian rumah tangga. Memaksakan mencari ikan di musim paceklik hanyalah menghabiskan biaya produksi (bahan bakar perahu), sementara hasil yang diperoleh sangatlah tidak sebanding.
Para nelayan Kabupaten Muna adalah nelayan dengan status ekonomi yang rendah. Perahu yang mereka miliki merupakan harta sekaligus modal satu-satunya yang dapat diandalkan untuk melakukan usaha-usaha ekonomi.
Ketika musim paceklik tiba, beberapa nelayan yang tidak memiliki investasi serta kemampuan yang memadai sebagai modal pencarian nafkah tambahan, hanya bisa mengandalkan jasa perahu yang mereka miliki. Para nelayan ini menjual jasa pengangkutan, menyeberangkan manusia dan berbagai komoditas pertanian dari daratan atau pulau lainnya. (**)