Oleh: La Ode Muhammad Ramadan
(Pegawai Dinas Perikanan Kabupaten Muna)
Mangrove merupakan sebutan umum yang digunakan untuk menggambarkan suatu varietas komunitas pantai tropik yang didominasi oleh beberapa spesies tumbuh-tumbuhan yang khas atau semak-semak yang mempunyai kemampuan untuk tumbuh dalam perairan asin. Mangrove dipengaruhi oleh pasang surut air laut, pelumpuran dan akumulasi bahan organik. Mangrove meliputi pohon-pohon dan semak-semak dari beberapa jenis seperti Rhizophora, Avicennia, Bruguiera, dan Sonneratia.
Komunitas mangrove bersifat unik. Hutan-hutan bakau membentuk percampuran yang aneh antara organisme lautan dan daratan dan menggambarkan suatu rangkaian dari darat ke laut dan sebaliknya. Secara fisik, mangrove berfungsi menjaga garis pantai agar tetap stabil; melindungi pantai dan sungai dari bahaya erosi dan abrasi; menahan badai/angin kencang dari laut; menahan hasil proses penimbunan lumpur sehingga memungkinkan terbentuknya lahan baru; menjadi wilayah penyangga, serta berfungsi menyaring air laut menjadi air daratan yang tawar; serta mengolah limbah beracun, penghasil oksigen dan penyerap karbon dioksida.
Secara biologis, mangrove berfungsi menghasilkan bahan pelapukan yang menjadi sumber makanan penting bagi plankton sehingga sangat penting bagi keberlanjutan rantai makanan; tempat ruaya, memijah dan berkembang biaknya ikan-ikan, kerang, kepiting dan udang; tempat berlindung, bersarang dan berkembang biak burung dan satwa lain; serta habitat alami bagi berbagai jenis biota baik laut maupun darat.
Secara ekonomis, mangrove berfungsi sebagai penghasil kayu bakar, arang, bahan bangunan; penghasil bahan baku industri untuk pulp, tanin, kertas, tekstil, makanan, obat-obatan, dan kosmetik; penghasil bibit ikan, nener, kerang, kepiting; serta sebagai tempat wisata, penelitian dan pendidikan.
Mangrove untuk Cadangan Pangan Masyarakat Pesisir
Masyarakat umum belum begitu mengenal potensi hutan mangrove sebagai penghasil cadangan pangan untuk membantu mencukupi kebutuhan pangan masyarakat pesisir. Bagi masyarakat yang tinggal dan berinteraksi dengan hutan mangrove dalam kehidupan sehari-hari,sudah sangat paham akan manfaat mangrove sebagai sumber cadangan pangan. Masyarakat pesisir secara tradisional sudah sejak dulu telah memanfaatkan mangrove sebagai pengganti nasi.
Masyarakat pesisir meyakini bahwa buah mangrove bisa dimakan dan tidak beracun karena secara logika buah ini sering dimakan oleh satwa yang hidup didalamnya misalnya kera, burung dan ular pohon. Beberapa jenis buah mangrove yang bisa diolah menjadi bahan pangan diantaranya adalah mangrove jenis Avicennia alba dan Avicennia marina atau yang lebih dikenal masyarakat dengan naman api-api. Mangrove jenis ini lebih cocok untuk dibuat keripik karena ukurannya kecil seperti kacang kapri dan rasanya gurih serta renyah seperti emping melinjo.
Adapun Rhizopora mucronata atau biasa disebut bakau perempuan yang tingggi buahnya sekitar 70 sentimeter serta Rhizopora apiculata (bakau laki) yang tinggi buahnya sekitar 40 sentimeter, lebih cocok dibuat sayur asam karena rasanya segar. Sementara Sonneratia alba yang biasa disebut pedada yang buahnya seperti granat nanas, lebih cocok dibuat permen karena rasanya asam. Sedang Nypa frutican lebih cocok untuk kolak dan campuran es buah.
Beberapa contoh masyarakat pesisir yang telah memanfaatkan buah mangrove menjadi bahan pangan antara lain masyarakat di Balikpapan yang memanfaatkan buah mangrove sebagai pengganti nasi. Caranya dengan merebus buah mangrove sampai empuk kemudian dimakan dengan parutan kelapa. Untuk menghilangkan rasa pahit, buah mangrove tersebut ditaburi dengan nira dari pohon kelapa atau nipah yang banyak terdapat di sekitar pantai.
Di pesisir Kabupaten Biak, masyarakatnya justru telah menjadikan buah mangrove sebagai komoditi agrobisnis andalan masa mendatang. Komoditi ini akan menjadi komoditi alternatif pengganti beras dan ubi yang akan digunakan jika sewaktu-waktu terjadi gagal panen. Masyarakat Biak biasa mengolah buah mangrove dari jenis Bruguiera sp dengan cara direbus dengan tujuan untuk memudahkan pengupasan. Setelah dikupas kemudian diiris dan direndam selama lebih dari 10 jam, setelah itu dikeringkan untuk pengawetan dan dijadikan tepung sebagai bahan dasar membuat kue.
Masyarakat pesisir di Kabupaten Deli Serdang Sumatera Utara juga berhasil memanfaatkan buah mangrove menjadi makanan yang bernilai ekonomis tinggi. Salah satu jenis makanan yang berhasil dibuat dari hasil pengolahan buah mangrove adalah kue kelepon. Kue ini awalnya terbuat dari tepung sagu atau tepung tapioka. Namun melalui pengetahuan warga, kue kelepon bisa dibuat dari tepung buah mangrove. Selain kue kelepon masyarakat juga memanfaatkan buah mangrove menjadi dodol, sirup dan makanan lezat lainnya.
Selain dibuat kue, buah mangrove jenis Avicennia alba dan Avicennia marina atau api-api juga dimanfaatkan menjadi sirup dan manisan. Buah nipah bisa dijadikan pudding yang dicampur agar-agar. Penemuan pemanfaatan buah mangrove menjadi aneka resep makanan dan minuman adalah hal yang sangat menggembirakan. Dengan sedikit kreasi dan inovasi, mangrove yang dulunya dikatakan sampah dan tak memiliki nilai ekonomis, kini dipandang sebagai tumbuhan yang memiliki nilai jual. Dengan adanya usaha-usaha seperti ini diharapkan masyarakat lebih tergerak untuk turut menjaga mangrove dari kerusakan.
Ancaman Kerusakan Mangrove
Pemanfaatan buah mangrove sebagai bahan makanan hanyalah sebagian kecil dari manfaat mangrove untuk masyarakat. Manfaat yang lebih penting adalah dampaknya terhadap kelestarian hutan mangrove itu sendiri. Usaha-usaha rehabilitasi hutan mangrove yang dilakukan oleh pemerintah dengan berbagai macam programnya tidak akan berhasil tanpa melibatkan masyarakat pesisir secara langsung mulai perencanaan, pelaksanaan dan pemeliharaan.
Kelestarian hutan mangrove ini penting, karena akar mangrove yang menjalar ke mana-mana menjadi habitat berbagai jenis biota perairan pantai seperti ikan, udang, kepiting dan kerang. Rusaknya hutan mangrove akan menyebabkan hilangnya berbagai jenis biota pantai yang tentu akan mengganggu keseimbangan lingkungan, paling tidak pendapatan nelayan berkurang.
Pada sisi lain hutan mangrove juga berfungsi untuk menahan intrusi air laut ke daratan serta menahan abrasi di sepanjang pantai. Pengakaran mangrove yang kuat juga akan mampu menahan gelombang dan menetralisasi senyawa-senyawa yang mengandung racun. Ekosistem mangrove mempunyai manfaat yang sangat besar dalam menunjang kehidupan masyarakat pesisir.
Seiring pertambahan jumlah penduduk dan perkembangan pembangunan di segala bidang, keberadaan mangrove juga ikut terpengaruh. Tingkat kerusakan mangrove mengalami peningkatan signifikan. Dua faktor utama yang memicu terjadinya kerusakan mangrove adalah faktor alam dan faktor manusia.
Faktor alam merupakan salah satu faktor penyebab terjadinya kerusakan mangrove yang bersifat sekunder, yakni faktor penyebabnya jarang terjadi atau sewaktu-waktu dan wilayah kerusakannya relatif sempit. Faktor alam yang memicu kerusakan mangrove yakni angin topan dan tsunami. Angin topan dapat merusak dengan mencabut pohon-pohon bakau sampai keakarnya. Sementara gelombang tsunami juga dapat merusak pohon-pohon bakau hingga tercabut dari akarnya.
Sementara itu, manusia merupakan faktor penyebab kerusakan mangrove yang bersifat primer. Manusia setiap saat dapat merusak mangrove dan wilayah kerusakannya cukup luas. Beberapa ulah manusia yang merusak mangrove yakni alih fungsi mangrove untuk pemukiman atau lokasi pertambakan; eksploitasi mangrove untuk kayu bakar, bahaan baku pembuatan perahu, kayu/tiang penyangga pengecoran bangunan dan lain-lain.
Dalam kehidupan sehari-hari, kerusakan mangrove akan berdampak pada terjadinya instrusi air laut yang semakin jauh ke darat yang akan menyebabkan terjadinya krisis air bersih; menurunnya kemampuan ekosistem mendegradasi sampah organik; menurunnya keanekaragaman hayati di wilayah pesisir; meningkatnya abrasi pantai; menurunnya sumber makanan, tempat pemijah dan bertelur biota laut yang berakibat pada menurunya hasil tangkapan ikan; menurunnya kemampuan ekosistem dalam menahan tiupan angin dan gelombang air laut; serta peningkatan pencemaran pantai.
Upaya Pelestarian Mangrove
Mengingat pentingnya mangrove bagi kehidupan masyarakat, khususnya di daerah pesisir pantai, maka upaya untuk melestarikan mangrove dari ancaman kerusakan menjadi sangat penting. Selain patuh pada regulasi terkait mangrove, upaya lain yang dapat dilakukan untuk memperbaiki dan melestarikan hutan mangrove antara lain :
(Pertama) penanaman kembali mangrove di lokasi-lokasi yang telah mengalami kerusakan dengan melibatkan masyarakat setempat; (kedua) peningkatan motivasi dan kesadaran masyarakat untuk menjaga dan memanfaatkan mangrove secara bertanggungjawab, berkelanjutan, dan ramah lingkungan; (ketiga) peningkatan pengetahuan dan penerapan kearifan lokal tentang fungsi ekologi dan konservasi hutan mangrove; (keempat) program komunikasi yang berkesinambungan antara masyarakat sekitar dengan instansi terkait tentang fungsi ekologi dan konservasi hutan mangrove; (kelima) penegakan hukum yang tegas kepada siapa saja yang memanfaatkan hutan mangrove tanpa terkendali sehingga merusak hutan mangrove yang mengakibatkan hilangnya fungsi ekologi hutan mangrove. (**)