panjikendari.com, Baubau – Minuman kopi akhir-akhir ini menjadi populer di berbagai kalangan. Tidak sedikit pengusaha yang berinisiatif mendirikan cafe maupun kedai dengan menghadirkan kopi sebagai sajian utama. Meski menjadi konsumsi sarapan pagi sehari-hari, namun kopi tetap memiliki daya tarik luar biasa bagi para penikmatnya.
Di Sulawesi Tenggara misalnya, setiap hari, warung kopi, cafe maupun kedai kopi selalu menjadi incaran. Malah, salah satu kedai kopi di wilayah Baubau, Kedai Kopi Panggilan (Kopanggil) sudah mampu menarik minat artis ibukota untuk menikmati kopi Buton khas kedai itu.
Maman, pemilik kedai Kopanggil yang beralamat di jalan Budi Utomo (depan Rumah Sakit Bhakti Medika), mengatakan, tak ada peralatan khusus yang digunakan karyawannya dalam meracik kopi, mereka hanya menggunakan seduhan manual seperti Vietnam Drip, V60, Flair Presso dan alat saring lainnya.
Meski demikian, mereka mampu menghadirkan rasa kopi dengan sensasi yang berbeda bagi para penikmat kopi.
Ada beberapa jenis kopi yang disajikan di kedai milik Maman. Beberapa diantaranya malah didatangkan dari luar daerah seperti biji kopi Aceh Gayo, Toraja, Sumatera, dan Jawa. Meski demikian, kopi lokal yang berasal dari biji kopi Buton yang menjadi menu andalan yang paling banyak dipesan para pelanggan.
“Setiap pelanggan kami tawarkan biji kopi Buton, hal ini sebagai bentuk sosialisasi bahwa di Pulau Buton ada juga tanaman kopi,” kata Maman.
Menurut Maman, biji kopi Buton yang bervarian Robusta, sangat familiar dengan lidah masyarakat Kota Baubau, ditambah lagi ada nama Buton, menjadikan daya tarik bagi pendatang yang sekedar mampir atau bekerja sementara waktu di Kota Baubau.
Diungkapkan Maman, para pendatang dari luar Kota Baubau yang singgah di kedai Kopanggil, selalu ingin mencoba kopi khas Buton. “Alasan mereka sederhana, mencoba cita rasa khas tanah Buton,” kata Maman menirukan beberapa ucapan pelanggannya.
Kedai kopi Maman tidak hanya menjadi primadona warga lokal Baubau. Tapi juga diminati para pendatang dari luar. Bahkan pernah dikunjungi grup musik ternama yakni Hijau Daun, Naff, dan kru Kotak. Bahkan mereka sempat tertegun ketika mereka membeli biji kopi Buton hasil roastingan manualnya untuk dibawa pulang.
“Rata-rata dari mereka membeli sekitar sekiloan biji kopi yang sudah diroasting, sembari mengatakan untuk ole-ole,” tutur Maman.
Dikisahkan Maman, dirinya menamakan kedai kopinya dengan nama kopi panggilan (Kopanggil) bermula ketika usahanya masih seumur jagung dan belum mempunyai nama. Orang-orang memesan kopi darinya hanya dengan berteriak dari pinggir jalan. Bahkan menurutnya, sesekali dari pelanggannya menggunakan drone mini dengan menggantungkan secarik kertas hanya memesan kopi racikannya.
Seiring banyaknya pelanggan berdatangan yang ingin menikmati kopi Buton racikannya, muncul kepercayaan diri untuk serius mengembangkan usaha kedai kopinya. Bersama sahabatnya Doni Siregar, Maman mulai menyediakan aneka peralatan saringan kopi manual (manual brewing) di kedai Kopanggil.
Maman dan Doni berharap, kopi Buton bisa memiliki nama, tak hanya di Buton, tapi di Indonesia seperti halnya Kopi Toraja Aceh Gayo dan lain-lain.
Hanya saja menurutnya, perlu keseriusan berbagai pihak untuk saling berpadu meningkatkan kuantitas dan kualitas hasil panen kopi agar ketersediaan biji kopi selalu ada.
“Disini perlu ada sinergi antara petani, pemerintah dan juga masyarakat untuk menumbuhkan keseriusan dalam meningkatkan produksi kopi Buton,” pungkas Maman. (nov/fya)