panjikendari.com – Sore itu, perjalanan kami terhenti di sebuah desa penjuru Kabupaten Muna, Sulawesi Tenggara. Rasa penat perjalanan sekitar sejam dari Kota Raha menuju Tongkuno Selatan terbayarkan setelah melihat biji kopi yang memerah.
Seharusnya masa panen telah tiba, akan tetapi masyarakat di Muna belum memahami benar jika yang mereka kenal dengan nama Kahawa ini menjadi tren minuman di dunia yang tak mengenal masa.
Aroma harum Kahawa adalah yang terbaik, setidaknya demekian pengakuan beberapa teman yang pernah menyeruput seduhan dengan pengelolaan manual yang dilakukan ‘emak-emak’ di tanah Para Sugi ini.
Sebelum swasembada mete di jazirah Muna, kahawa tumbuh dengan sangat suburnya. Sayangnya, tidak mampu mendongkrak ekonomi masyarakat, menjadi pertimbangan tersendiri tanaman itu harus menjadi pilihan kedua. Maola Daud yang menahkodai Muna di era tahun 1982 memerintahkan masyarakat Muna mengganti Kahawa dengan tanaman jambu mete.
Akan tetapi Kahawa yang telah tumbuh puluhan tahun, tidak lantas punah di tanah Kabarakati ini. Masih ada yang dibiarkan tumbuh, sekadar diolah menjadi minuman menemani sanggara di pagi hari. Kondisi itu berlangsung hingga beberapa dekade dan seolah tersembunyi dari sergapan pemburu Kopi di dunia.
Tidak adanya cerita pasti, kapan Tuhan menaburi benih Kahawa ini di Bumi Sowite –julukan Kabupaten Muna–, kendati ada yang meyakini, jika Kahawa masuk bersamaan dengan penyebaran masuknya penyiar Islam pada abad 15, tetapi ada versi lain jika Kopi dibawa langsung oleh pemerintah Belanda pada masa tanam paksa.
Minuman Kaum Bangsawan
Di banyak daerah, orang memiliki banyak cara meminum kopi. Minum Kopi secara tradisional lebih ada sensasinya dibandingkan minum kopi moderen. Selain kopi lokal lebih punya rasa takhik, seruput juga menyimpan keunikan.
Di daerah Bandung ada yang dikenal dengan cara minum tradisional tatakan
yakni cara menikmati kopi yang cukup unik dengan cara diseruput dari tatakan (piringan/alas-red) gelasnya. Kopi tatakan disajikan dengan bentuk gelas yang dibuat terbalik, sebagian kopi tampak menyebar di bagian tatakannya
Tatakan adalah salah satu contoh minum kopi yang ada di Nusantara. Hal ini memberi isyarat jika ‘ngopi’ adalah tradisi sejak lama dan terus dilesatarikan dalam kemasan budaya dan tradisi masyarakat.
Lalu bagaimana dengan cara masyarakat Muna menikmati Kahawa? Dahulu kahawa dinikmati menggunakan ‘kaghua’ atau cangkir minum yang terbuat dari tempurung kelapa yang diukir dan dihaluskan hingga bersih.
Hanya saja, tradisi ‘ngopi’ pada masa lampau hanya dilakukan oleh kaum bangsawan. Kahawa hanya menjadi minuman kamali.
“Kahawa diminum, biasanya dengan menggunakan gula aren, jadi dihidangkan cangkir kahawa dengan potongan gula, usai kahawa diminum barulah gula digigit,” cerita Kepala Dinas Pariwisata Muna, Amiruddin Ako, pada suatu kesempatan.
Banyak yang menduga, kahawa adalah minuman elit di Kerajaan Muna pada masa itu, sehingga bisa dipakai dalam mengukur tingkat strata sosial dan ekonomi melalui ada tidaknya hidangan kahawa pada saat tertentu.
Karena Kahawa hanya menjadi suguhan bagi para bangsawan kala itu sehingga tradisi ngopi tidak membudaya di tengah masyarakat biasa.
Tumbuh Banyak Varian Langkah
Pernah dengar Kopi Liberika? Jenis kopi ini merupakan salah satu varian yang berasal dari Afrika, tepatnya Liberia dan Afrika Barat. Dari jenisnya, kopi ini memiliki tekstur biji yang kecil dan tidak beraturan. Sekilas, kopi ini menyerupai kopi kebanyakan yang tumbuh di Muna.
Hanya saja, perlu dilakukan pengujian lebih lanjut, namun keunikan Kahawa Muna, sejarah masuknya, rasa dan aroma Kahawa dan liberika memiliki banyak kesamaan. Varian kopi Liberika sendiri merupakan yang termahal dibanding hampir 50 jenis kopi lainnya di muka bumi.
Selain liberika, Kopi lanang juga tumbuh di pulau ini. Jenis robusta langkah ini, memiliki biji utuh dan juga berukuran kecil.
“Kopi lanang ini, bentuknya bulat utuh dan hidup di daerah Jambi tepatnya Kecamatan Tungkal Sumatera, itupun tidak semua daerah Sumatera ditumbuhi jenis ini,” ujar Novrizal, penggiat Kahawa.
Tumbuhnya varian langkah ini dipercaya, Muna bakal menjadi kiblat kopi baru apalagi didukung keunikan tekstur tanah daerah kards.
Tuhan menganugerahi potensi luar biasa di Muna, sehingga dibutuhkan keseriusan dalam mengelolah dan mengembangkan potensi ini. Mungkin Tuhan menabur benih kahawa langsung di tanah Muna. (**)
Penulis: Maul Gani