Oleh: La Ode Muhammad Ramadan
(Pegawai Dinas Perikanan Kabupaten Muna Sulawesi Tenggara)
Pada tanggal 1 September 2014 lalu, Bupati Muna menetapkan perairan laut Kabupaten Muna (lokasinya di Selat Buton) menjadi Kawasan Konservasi Perairan Daerah (KKPD) Kabupaten Muna, Sulawesi Tenggara.
KKPD yang ditetapkan dengan SK Nomor 508 Tahun 2014 itu memiliki luas mencapai 76.417,16 hektare dengan jenis kawasan konservasi Taman Wisata Perairan (TWP).
Tinjauan Ekologi KKPD Kabupaten Muna
Tinjauan ekologi pembentukan KKPD Kabupaten Muna meliputi aspek keanekaragaman hayati; kealamiahan; keterkaitan ekologis; keterwakilan; keunikan; produktivitas; daerah ruaya; habitat ikan khas/langkah/unik/endemik dan dilindungi; daerah pemijahan ikan; dan daerah pengasuhan.
a. Keanekaragaman Hayati
Perairan Selat Buton memiliki 3 (tiga) ekosistim utama yaitu ekosistim mangrove, ekosistim terumbu karang dan ekosistim padang lamun. Keberadaan ketiga ekosistim tersebut dapat memberikan gambaran ekologi dengan tingkat keanekaragaman hayati yang tinggi, namun kenyataannya setelah dianalisa berdasarkan hasil scoring parameter ekologinya, keanekaragaman hayati di kawasan Selat Buton dalam kategori sedang sebagaimana indeks keanekaragaman hayati dari masing-masing ekosistim.
b. Kealamiahan
Kawasan perairan selat buton merupakan kawasan yang cukup padat dari berbagai macam aktivitas pembangunan, sehingga dari sisi kealamiahannya kawasan ini telah banyak mengalami perubahan pada semua aspek ekologi.
Ada berbagai macam kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat sekitar kawasan perairan Selat Buton antara lain adanya kegiatan penambangn pasir illegal disekitar Pulau Munante, kegiatan budidaya rumput laut di sepanjang daerah pesisir, kegiatan penangkapan ikan (baik yang menggunakan alat tangkap tradisional maupun alat tangkap mini purse seine), merupakan jalur transportasi yang ramai dan kegiatan pembangunan dermaga, serta dibeberapa tempat disekitar Kota Raha telah dilakukan reklamasi pantai untuk kegiatan pembangunan.
Dari gambaran aktivitas tersebut menunjukan bahwa presentase kondisi kealamiahan ekosistim/habitat KKPD Kabupaten Muna dengan kategori yang rendah yaitu kurang dari 50 persen. Hal ini disebabkan karena secara fisik semua kawasan perairan Selat Buton yang meliputi semua ekosistim penting telah dijamah oleh manusia.
c. Keterkaitan Ekologis
Ekosistim utama yang ada di kawasan perairan Selat Buton (mangrove, lamun, terumbu karang) memiliki hubungan yang erat atau punya keterkaitan ekologis antara habitat ekosistem yang satu dengan yang lainnya. Apabila salah satu ekosistem terganggu maka ekosistem yang lain juga ikut terganggu, sehingga bila terjadi perubahan pada salah satu ekosistem/habitat maka akan mempengaruhi ekosistem/habitat lainnya.
d. Keterwakilan
Type ekosistem dan habitat yang ada di Selat Buton, selain hutan mangrove, terumbu karang dan padang lamun juga terdapat hutan pantai disepanjang daerah tebing, daerah estuaria, laguna, pantai berlumpur, pantai berpasir dan disekitar perairan pantainya banyak pulau-pulau kecil.
Berdasarkan type ekosistem dan habitat yang ada di kawasan perairan Selat Buton, maka daerah ini memiliki keterwakilan habitat dari ekosistim terumbu karang, padang lamun dan mangrove, termasuk pula keterwakilan daerah tebing, estuaria, laguna, pantai berpasir dan pulau kecil.
e. Keunikan
Pada beberapa tempat dalam kawasan perairan Selat Buton memiliki kondisi biogeografi yang unik. Keunikan tempat-tempat tersebut kemungkinan tidak akan ditemukan di tempat lain di Indonesia, seperti danau laut Napabale yang memiliki terowongan dan dapat menghubungkan dengan perairan laut Selat Buton.
Selain danau tersebut, disepanjang pantai Selat Buton terdapat banyak teluk dan pulau-pulau sangat kecil, yang airnya sangat jernih dengan dasar perairan pasir berkarang.
f. Produktivitas
Tingkat Produktivitas kawasan perairan Selat Buton, dapat dilihat dari tingkat kesuburan perairannya dimana cukup banyak terdapat chlorofil, plankton ataupun biomassa ikan, baik ikan-ikan permukaan, pertengahan ataupun adanya ikan dasar.
g. Daerah Ruaya
Selat Buton merupakan daerah migrasi bagi beberapa jenis ikan, seperti migrasi ikan tuna, ikan hiu, ikan cakalang dan ikan tenggiri. Selain migrasi bagi ikan tersebut, kawasan perairan Selat Buton juga menjadi daerah migrasi bagi mamalia laut seperti ikan paus dan ikan lumba-lumba.
h. Habitat Ikan Khas/ Langkah/ Unik/ Endemik dan Dilindungi
Kondisi habitat maupun ekosistem perairan Selat Buton, selain dihuni berbagai biota laut seperti jenis-jenis molusca, crustacean dan cukup banyak jenis ikan, juga terdapat beberapa jenis biota yang sudah langkah seperti ikan napoleon, penyu dan masih ada biota endemik seperti kima.
i. Daerah Pemijahan Ikan
Adanya ekosistem mangrove, padang lamun dan terumbu karang dikawasan perairan Selat Buton dapat menjadi indikator bahwa lokasi ini merupakan kawasan yang memiliki habitat yang cocok untuk melakukan pemijahan bagi berbagai macam biota laut.
Ada beberapa tempat pemijahan bagi ikan-ikan yang ada dikawasan perairan Selat Buton yaitu disekitar perairan Pulau Tobea, disekitar perairan Tanjung Laiworu dan disekitar Pasikolaga. Ketiga tempat tersebut dapat menjadi syarat untuk ditetapkan menjadi zona perlindungan dalam KKPD Kabupaten Muna di Selat Buton.
j. Daerah Pengasuhan
Kawasan perairan Selat Buton memiliki kondisi ekologis yang masih lengkap seperti adanya ekosistem hutan mangrove, padang lamun dan terumbu karang yang menjadi syarat mutlak untuk dapat menyediakan nutrisi bagi pertumbuhan dan perkembangbiakan ikan.
Kondisi ekosistem mangrove dan ekosistem padang lamun yang masih cukup baik disepanjang pantai kawasan Selat Buton antara lain masih banyak terdapat di daerah Pulau Muna bagian Utara yaitu disekitar Kecamatan Napabalano dan Kecamatan Towea serta disekitar Pulau Buton terutama di Kecamatan Pasikolaga.
Tinjauan Sosial Ekonomi KKPD Kabupaten Muna
Tinjauan sosial ekonomi KKPD Kabupaten Muna mencakup potensi konflik dan potensi ancaman.
a. Potensi Konflik
Hasil kajian dan analisis terhadap masyarakat yang bermukim di sepanjang pesisir Selat Buton terungkap bahwa KKPD akan menimbulkan konflik. Namun demikian, potensi konflik tersebut sangat kecil yakni hanya terkait dengan daerah penangkapan ikan oleh nelayan, termasuk penggunaan alat tangkap ikan.
Masyarakat pesisir dan pulau-pulau kecil yang bermukim di sepanjang Selat Buton umumnya terbuka terhadap pendatang. Hal ini mengisyarakatkan adanya potensi dukungan terhadap aktivitas wisata bahari, terlebih jika diproyeksikan akan menambah dan mendiversifikasikan sumber pendapatan nelayan.
Disisi lain, aktivitas penambangan pasir yang cukup marak, misalnya di Desa Labone, Kecamatan Lasalepa dan Pulau Munante, juga menjadi potensi konflik kepentingan. Sementara disisi pemanfaatan ruang secara institusi antara dinas terkait tidak menunjukkan adanya tumpang tindih karena regulasinya telah jelas. Hanya saja, ketegasan terkait penegakan aturan itu belum nampak terlihat.
b. Potensi Ancaman
Berdasarkan hasil wawancara dengan masyarakat yang bermukim di sepanjang pesisir Selat Buton, didapatkan informasi bahwa aktivitas pengeboman ikan marak terjadi di perairan Selat Buton. Walaupun data kuantitatif (angka-frekuensi-presentase) aktivitas pengeboman tidak didapatkan namun hal tersebut bukan berarti permasalahan di lapangan tidak dapat diungkapkan. (**)