panjikendari.com, Muna – Persoalan insentif tenaga kesehatan di Kabupaten Muna, Sulawesi Tenggara (Sultra) tak luput dari masalah.
Setelah tuntas soal Insentif tenaga medis di RSUD Muna yang sempat tak terbayar selama setahun, kini muncul masalah baru. Insentif tenaga kesehatan non-PNS yang bertugas pada 27 Puskesmas di Muna ‘disunat’ oleh oknum pejabat Dinas Kesehatan (Dinkes) setempat.
Pada Kamis, 7 Februari 2019, sejumlah tenaga kesehatan yang merasa hak-haknya dipotong melakukan aksi unjuk rasa di Kantor Dinkes. Mereka protes adanya pemotongan dana insentif tersebut.
Dalam aksi unjuk rasa itu terungkap, untuk tenaga kesehatan penugasan khusus yang seharusnya menerima insentif per bulan sebesar Rp 1 juta, malah menerima sebesar Rp 500 ribu.
Lalu, tenaga kesehatan melalui SK bupati yang seharusnya menerima antara Rp 350 ribu hingga Rp 600 ribu per bulan, diratakan Rp 200 ribu per bulan. Lucunya, dana yang diterima itu kembali dipotong di Dinkes sebesar Rp 25 ribu hingga Rp 50 ribu dengan dalih biaya administrasi.
Parahnya, insentif yang seharusnya diterima selama setahun, malah hanya dibayarkan selama 10 bulan. Dua bulannya tidak diketahui dikemanakan.
Ketua Garda Mandala Sultra, Ramadhan, menuding, potongan dana insentif tenaga kesehatan non-PNS Kabupaten Muna tahun anggaran 2018 diduga dilakukan oknum-oknum petinggi di instansi yang dipimpin Hasdiman Maani itu.
Selain insentif, kata Ramadhan, juga ada potongan dana jasa pelayanan kapitasi yang terjadi di Puskesmas Katobu. Jumlahnya juga terbilang besar. Bahkan, ada yang tidak dibayarkan sama sekali.
Untuk semestinya yang ditanda tangani sebesar Rp 300 ribu perbulan, maka yang diterima selama tiga bulan sebesar Rp 200 ribu.
“Ini aneh. Jasa kapitasi mestinya dibayar berdasarkan jumlah peserta BPJS. Di Puskesmas Katobu, peserta BPJS sebanyak kurang lebih 8.400 dengan nilai klaim sebeaar Rp 8.000 per orang,” bebernya.
Salah seorang tenaga medis di Puskesmas Katobu, Indra Faranisa, mengungkapkan, jasa pelayanan kapitasi selama 9 bulan dibayarkan hanya Rp 100 ribu per bulan. Padahal, Ia menandatangani bukti pembayaran sebesar Rp 300 ribu per bulan.
Para tenaga medis heran karena potongan baru terjadi tahun 2018. “Tahun-tahun sebelumnya tidak ada potongan. Ada apa sebenarnya,” tohoknya.
Pelaksana tugas (Plt) Kepala Dinkes Muna, Hasdiman Maani, saat menerima para pengunjuk rasa tak memberikan jawaban puas terkait pemotongan insentif itu.
Soal pembayaran kapitasi, menurut Hasdiman hanya diperuntukkan bagi tenaga medis non-PNS, pegawai pemerintah dengan perjanjian kontrak, dan PTT.
Pembayarannya, kata dia, harus disesuaikan dengan kehadiran. “Kalau tenaga sukarela tidak dibayarkan. Toh, kalau ada itu kebijakan kepala puskesmas,” ujarnya.
Sementara itu, Kepala Puskesmas Katobu, Mustafa, membantah bila telah membayar jasa kapitasi selama 9 bulan sebesar Rp 100 ribu. “Tidak benar itu, saya tidak tahu nanti tanya bendahara,” ucapanya.
Tak puas dengan jawaban tersebut, para tenaga medis tersebut mendatangi Kantor Kejaksaan Negeri Raha untuk melaporkan masalah itu. Saat melapor, mereka didampingi beberapa LSM, yakni Lep-Ham, KPMP, Garda Mandala Sultra, dan Lipkan Sultra.
“Ini merupakan kejahatan korupsi yang dilakukan berjamaah dari Dinkes hingga puskesmas. karena itu kita mendesak Kejari segera menindaklanjuti laporan kami,” kata Ramadhan.
Kasi Intel Kejari Muna, La Ode Abdul Sofyan, berjanji akan bergerak cepat menindaklanjuti aduan itu. “Tanpa laporan tertulis, akan menjadi perhatian serius,” katanya seraya menambahkan dalam waktu dekat akan memintai keterangan pihak-pihak terkait.
Penulis: Borju
Editor : Jumaddin Arif