Panjikendari.com – Juru bicara paslon bupati dan wakil bupati Muna La Ode M Rajiun Tumada dan H La Pili (RaPi), Wahidin Kusuma Putra, menyebut hasil survei yang dirilis The Haluoleo Intitute tidak bisa dijadikan rujukan untuk memprediksi hasil Pilkada Muna 2020.
“Hasil survei THI jelas tidak akurat. Survei THI untuk Pilkada Muna dilakukan pada 20 – 26 Oktober, masih 45 hari sebelum pemungutan suara dilakukan, jelas tidak bisa menjadi rujukan dalam memprediksi hasil Pilkada Muna. Dinamika politik Pilkada khususnya Pilkada Muna, perubahannya jauh lebih agresif dibanding pentas politik yang lain. Apalagi di Muna ini yang bertarung sama – sama figur yang punya pengalaman menjadi Bupati,” kata Wahidin dalam siaran persnya, Rabu, 2 Desember 2029.
Olehnya itu, kata Wahidin, melakukan survei dengan rentang waktu yang masih sangat jauh dengan jadwal pemungutan suara hasilnya tidak akan akurat dalam konteks membaca peluang dan memprediksi hasil Pilkada Muna.
Berbeda dengan survei yang dilakukan oleh BSI di pertengahan November. “Pertengahan November itu memang sudah berada pada masa puncak pergerakan tim, sangat tepat BSI melakukan survei di waktu tersebut,” sebutnya.
Perbedaan waktu pelaksanaan survey antara THI dan BSI sekitar tiga minggu, sehingga dalam sudut pandang waktu atau konteks kebaruan data, hasil survey BSI lebih akurat dibanding THI. “Saya pikir, pihak THI juga akan sepakat dengan ini ” jelasnya.
Lebih jauh, mantan Ketua DPD Pospera Sulawesi Tenggara ini menduga bahwa hasil survey The Haluoleo Institute merupakan pesanan calon petahana.
“Saya menduga THI merilis hasil survei berdasarkan pesanan petahana untuk sekadar mempengaruhi opini publik. Metodenya meragukan dan terindikasi manipulatif. Pemilihan respondennya meskipun dilakukan secara acak (Multi Stage Random Sampling), namun pada prosesnya sudah pasti ada campur tangan pemerintah desa saat menyiapkan sampel frame sebaga data awal sebelum melakukan pengacakan.”
“Nah, dalam proses ini sangat gampang memanipulasi proses penentuan responden sesuai dengan pesanan petahana. Pada kondisi itu, respondennya juga pasti diintervensi agar memberikan jawaban sesuai dengan keinginan perangkat pemerintah yang menjadi pekerja politik untuk memenangkan petahana,” tudingnya.
Selain itu, lanjut dia, materi pertanyaan yang disiapkan oleh THI sengaja menggiring jawaban pemilih agar menguntungkan Petahana. THI lebih condong bekerja sebagai konsultan pemenangan petahana karena materi pertanyannya terkesan menggiring lahirnya opini positif untuk petahana.
Artinya, kata dia, hasil survei yang dirilis oleh THI ini tidak patut untuk menjadi rujukan dalam membaca peluang dan memperediksi hasil Pilkada khususnya Pilkada Muna 2020.
Lebih jauh Wahidin menyampaikan, hasil survei yang dirilis oleh THI soal Pilkada Muna bersamaan dengan dua kabupaten lain yakni Konsel dan Wakatobi.
“Muncul pertanyaan ketika terdapat perbedaan jumlah responden antara Wakatobi dengan 880 responden sedangkan Muna dan Konsel hanya menggunakan 440 responden. Menurut pihak THI bahwa jumlah responden lebih tinggi untuk menurunkan margin of error. Namun, saya menilai ada paradoks dalam penjelasan yang disampaikan oleh Direktur THI soal perbedaan jumlah responden itu,” terangnya.
“Margin error hasil survei di Pilkada Wakatobi dan Konsel itu sama 3,8%. Justru untuk Pilkda Muna, margin errornya lebih rendah yakni 3,4%. Katanya responden Wakatobi lebih tinggi agar margin errornya lebih rendah, faktanya justru Pilkada Muna margin errornya ditetapkan lebih rendah. Ini semakin menguatkan dugaan kita bahwa rilis hasil survey THI untuk Pilkada Muna memiliki motif lain yang menyimpang dari kaidah ilmiah dalam sebuah penelitian” tambahnya.
Hasil survei yang dirilis Lembaga The Halueo Institute (THI) pada tanggal 1 Desember 2020 menempatkan pasangan calon Rusman – Bachrun sebagai pemenang dengan angka keterpilihan 62,7%, pasangan calon Rajiun – La Pili 31,2% dan swing voters 6,2%. Sedangkan Hasil survei versi Barometer Suara Indonesia (BSI) justru menempatkan Pasangan Calon Rajiun – La Pili sebagai Pemenang dengan angka keterpilihan 42,50 %, Pasangan Rusman – Bahrun 36,36 % dan swing voters 21,14%.
“Sekarang publik diperhadapkan dengan dua hasil survei yang berbeda, antara THI dan BSI. Kita kembalikan ke publik untuk menilai, hasil survei lembaga mana yang lebih realistis, apakah THI atau BSI. Terlepas dari status saya sebagai juru bicara Paslon, namun penilaian saya hasil survei BSI lebih realistis dibanding THI. Olehnya, saya berpesan kepada seluruh masyarakat Muna khususnya pendukung Paslon RaPi untuk tidak terpengaruh dengan hasil survei THI. Hasil Survei THI sangat tidak akurat, itu praktek kerja konsultan pemenangan, jangan terpengaruh dengan itu,” tutupnya. (Erwino)