Panjikendari.com – Ketua Presidium Jaringan Demokrasi Indonesia (JaDI) Sulawesi Tenggara (Sultra), Hidayatullah, menolak kedatangan 500 tenaga kerja asing (TKA) asal China. Mereka akan masuk dalam waktu dekat melalui perusahaan pertambangan, PT Virtue Dragon Nickel Industry (VDNI), Morosi, Kabupaten Konawe.
“Saya perlu luruskan pernyataan Gubermur Sultra Alimazi bahwa karena keadaan New Normal, Gubernur Sultra terima kedatangan 500 TKA Tiongkok. Bapak Gubenur saya luruskan persepsi ini bahwa yang dimaksud New normal di tengah pandemi Covid-19 adalah kehidupan normal dengan tatanan baru dimana masyarakat harus menjaga produktivitas tetapi tetap aman dari Covid-19.”
“Lalu apa kaitan TKA dengan new normal ? Karena subyeknya adalah masyarakat kita yang harus produktif secara ekonomi di tengah wabah pendemi Covid-19. Kalau menerima 500 TKA Cina itu mereka bukan masyarakat Indonesia yang dimaksud dalam konsep New normal. Malah terbalik karena yang produktif para TKA itu. Kalau cara berpikir seperti itu Konsepnya malah menjadi abnormal.” Kata Hidayatullah melalui siaran persnya, Selasa, 16 Juni 2020.
Hidayatullah menyampaikan, kedatangan 500 TKA Tiongkok tersebut menjadi abnormal karena masuk di tengah pendemi Covid-19. Menurutnya, itu merupakan hal yang tidak lazim dan tidak boleh terjadi tapi dibuat terjadi. “Menjadi Abnormal sehingga membangkitkan kondisi emosional, kecemasan, dan depresi masyarakat Sultra yang tidak sesuai dengan situasinya,” kata Dayat –sapaan Hidayatullah-.
Mantan Ketua KPU Sultra ini sangat protes dengan statemen Gubernur Ali Mazi yang dilansir beberapa media pada Senin bahwa masuknya para pekerja asing ini juga demi bergairahnya kembali aktivitas perekonomian masyarakat di kawasan industri Morosi, termasuk di Sultra yang sempat sepi akibat virus korona.
Bagi Dayat, statemen tersebut, aneh. Bapak Gubernur, lanjut dia, tidak boleh aneh-aneh seperti itu statemennya. “Masa’ iya harus masuk TKA baru bisa bergairah itu aktivitas ekonomi masyarakat kita ? Ini bukan kebijakan tapi kepasrahan seorang Gubernur akibat tekanan orang-orang di pemerintahan pusat dan pemodal,” tuding Dayat.
Dayat menjelaskan, penolakan TKA berkaitan dengan momen ini adalah isu aktual yang menjadi perhatian dan meresahkan publik Sultra secara luas semenjak pendemi covid-19 terjadi. “Kita paham ini investasi tetapi kenapa kedaulatan negara dan daerah Sultra bisa terinjak dengan TKA dan pemodal ini,” katanya.
Bukankah kata Dayat, tujuan dan perhatian Pemerintah lebih kepada kesejahteraan rakyat melalui pemenuhan lapangan kerja untuk rakyat harus lebih diutamakan daripada tenaga kerja asing betapapun kita perlu investasi? Apalagi ditengah pendemi covid-19 ini. “Sudahlah Bapak Gubernur jangan sakiti hati rakyat Sultra ini,” ajaknya.
Bagi Dayat, kedatangan 500 TKA ini adalah soal serius bagaimana keberpihakan pemerintah pada nasib tenaga kerja sendiri yang masih banyak menganggur dan membutuhkan pekerjaan. Selain itu juga menyangkut kedaulatan negara terutama di bidang ekonomi.
“Ini sangat mendasar karena 500 TKA sebagiannya banyak tenaga kasar, masa’ tenaga kasar butuh impor TKA?” herannya.
Jangan sampai, lanjut Dayat, atas nama investasi daerah, kita rugi. Apalagi sampai mengorbankan kebutuhan lapangan kerja masyarakat Sultra sendiri. Masyarakat Sultra yang butuh lapangan kerja bukan TKA. “Semoga Bapak Gubenrur Ali Mazi dapat mempertimbangkan protes kami,” tutup Dayat. (jie)